TANYAKAN PADA DIRIMU SENDIRI DIMANA ANDA BERADA HARI INI?
Penulis: Kamerad Nekiles Yigibalom
Sejak di aneksasi bangsa Papua kedalam Indonesia pada 1 Mei 1963, tidak ada hentinya operasi Militer Indonesia terhadap bangsa Papua mengakibatkan warga sipil terus berkorban pelakunya tidak lain adalah militer Kolonial Indonesia, pengungsian rakyat Nduga dari sejak 2018 -2024 belum Kembali ke daerah karena tempat mereka diduduki oleh militer Indonesia.Eskalasi kekerasan negara terhadap rakyat Papua kian meningkat,Hak politik orang asli Papua dikuasai oleh non Papua Sejumlah Perusahaan ilegal milik oligarki menggarap dalam skala besar beroperasi sejumlah daerah di Papua ini diikuti dengan paket UU Omnibus law, UU Otonomi Khusus nomor 21 tahun 2021 bagi Provinsi Papua tanpa mendengarkan aspirasi rakyat Papua akar rumput.
Paling bahaya ini, adalah sebagian orang tidak pernah Sadar, tidak pernah tahu bahkan tidak mengkhawatirkan, apalagi refleksi dan kontemplasi realita papua, berapa sih penduduk orang asli Papua tidak termasuk non Papua yang ber-KTP disana, tetapi murni kulit hitam rambut keriting lalu Komposisi penduduk PNG dan Papua Barat sayang Papua New Guinea lebih tinggi tidak salah 8 juta jiwa ketimbang Papua Barat hanya 2 juta jiwa, padahal sebelum Indonesia mendududki bansga Papua, Populasi orang asli Papua lebih tinggi ketimbang PNG.
Apalagi melanjutkan paket otonomi khusus dan pemekaran wilayah itu sama saja paket melanjutkan penjajahan dan pembunuhan orang asli Papua, secara perlahan akan habis, benar akan terjadi prediksi Gembala Socrates Sofyan Yoman “sepuluh atau dua puluh tahun kedepan orang asli Papua akan Punah. Para pembaca percaya atau tidak. Sepuluh atau dua puluh tahun ke depan orang-orang Indonesia akan mengatakan dengan dua pernyataan. Pertama: dulu di Negeri ini ada orang rambut keriting dan kulit hitam tetapi sudah hilang, karena begini dan begini sebagai alasan sebagai argumentasi pembenaran diri. Dua: dulu di negeri ini dihuni oleh mayoritas orang Kristen. Tetapi, sudah hilang karena begini, begini dengan alasan -alasan versi dan selera orang-orang Indonesia”.
Melihat dari urgensitas dan kebutuhan mendesak harus membutuhkan pertolongan segera, menyelamatkan adalah degradasi penduduk orang asli Papua, mengapa karena ekonomi sisa dari eksploitasi Amerika dan Indonesia bisa dipulihkan kembali setelah merdeka, sistem politik dan konstitusi bisa diubah sesuai budaya dan perkembangan masyarakat tetapi satu hal yang tidak bisa dapat dipulihkan bahkan diganti kembali adalah “Kematian Manusia Papua “.
Sebab, kebutuhan dan alasan mendasar Orang Asli papua dari dulu sampai sekarang berjuang tidak hanya semata-mata menuntut kedaulatan secara politik, ekonomi, dan budaya tetapi yang paling penting manusia yang tersisa ini bisa selamat dari pemusnahan orang asli Papua secara sistematis terstruktur dan masif, pelan tapi pasti kita akan habis. Maka, perjuangan OAP dan realitas objektif hari ini dipahami sebagai perjuangan moral dan panggilan hati nurani dengan meletakan kebenaran sebagai roh atau magnet dalam perjuangan. Jika kita dipahami perjuangan ini sebagai perjuangan politik yang hendak diperjuangkan sekelompok orang, apalagi kita sendiri dikelompokan Masyarakat papua, maka terjadinya dikotomi yang bertolak belakang.
Misalnya Kelompok A aliran sayap kiri, kelompok B aliran sayap kanan akhirnya terjadi tembak menembak sesama anak Melanesia. Maka yang terjadi adalah timbulnya ego dan buntutnya menemukan solusi permanen yang mempersatukan seluruh rakyat Papua Barat.Kita melacak Kembali watak penguasa Indonesia. Mereka telah berhasil menanam bibit rasisme, diskriminasi, adu domba sesama anak Papua, Kesadaran kritis rakyat Papua Barat di kooptasi dengan tawaran uang dan jabatan serta produk pemekaran berdampak pada bisunya sejarah dan realitas orang asli Papua menuju kepunahan.
Benarlah dikatakan Dr. I Ngurah Suryawan, M.Si. Dosen dan Peneliti Papua Center Fisip Universitas Cendrawasih. “pemekaran di tanah Papua sebenarnya suatu jebakan sistematis dari negara agar Orang papua sibuk dengan tawaran kekuasaan dan uang dari Jakarta lalu melupakan segala persoalan mendasar, seperti kedaulatan diri, kemandirian diri, kebebasan berekspresi dan pemenuhan hak dasar”.
Kita harus melihat dan menganalisis pada Masyarakat bisu, terjajah, diperbudak, terigu merupakan titik tolak dari masa transisi, menelisik Kembali peradaban orang asli Papua dari fase komunal ke fase transisi semua sektor, kemudian fase transisi disini tidak di proses dengan baik menuju terciptanya taraf hidup orang Papua yang adil, adab dan harmoni, tanpa merubah sejarah, melindungi keaslian budaya, bahasa, kebiasaan dan lain sebagainnya namun kenyataannya Indonesia merubah total semua sektor digantikan dengan sejarah, budaya,bahasa akhirnya nenek moyang mewariskan bahasa dan budaya, serta nilai nilai keluhuran lama kelamaan tidak lagi dilestarikan dan dirawat tetapi perlahan hilang total. Belum lagi bangsa Papua dihadapkan pada fase lebih bahaya lagi yakni fase globalisasi, bukan kami yang menanti nantikan perkembangan globalisasi tapi perkembangan globalisasi memaksakan kita harus ikuti setiap saat dan membeli produk mereka seperti hp,laptop dan lain-lain. Akhirnya takluklah nilai-nilai leluhur, seperti saling berbagi, menjaga dan mengelola alam di kampung, tanggung jawab dalam rumah tangga telah hancur.
Untuk membuktikan hal tersebut lihatlah anak-anak orang asli Papua usia produktif, dulunya sekolah razia, bantu orang tua, usia perkawinan belum matang dan tidak dipersiapkan secara baik setelah menjadi keluarga sendiri tetapi produk kapitalis dan colonial ini memaksa mereka harus membeli hape. Sejak tahun 2019 saya eksodus dari jawa ke Papua setelah rasis di Surabaya. Beberapa tempat di honai laki-laki anak-anak usia produktif kumpul satu tempat kepalanya menunduk focus ke HP saya tanya kalian nonton hp kok ramai lalu mereka menjawab nonton video dewasa, alias (p.g) lalu saya tanya video itu dapat dari mana? Salah satu anak yang pemilik hp itu mengatakan ada tempat mengirim video di salah satu kios di Tolikara dan Wamena per video harganya 20 ribu, bahkan ada yang 50 ribu. Saya hanya menggoyang kepala dan menggigit jari betapa hancurnya anak-anak usia produktif yang semestinya sekolah dengan baik diperhadapkan dengan terbukanya produk-produk kapitalis merambah sampai ke pembunuhan nalar generasi Papua.
Dimaksud penulis bukan bertujuan untuk melarang mereka menggunakan hp bukan mereka ketinggalan jaman tetapi atensi buat pemerintah daerah agar mencium masalah ini, karena hal tersebut secara tidak langsung membunuh masa depan orang Papua, harus dibasmi tempat-tempat tersebut. Penyakit sosial semacam ini banyak ada di Papua silahkan uraikan sendiri…
PASRAHKAH BANGSA DAN MANUSIA PAPUA PUNAH
Berkaca pada realita ini menunjukkan bahwa situasi Papua tidak baik-baik saja, kondisi bangsa Papua berada di ambang kepunahan, saya pikir Intelektual Papua adalah mesin atau perangkat yang mampu mendeteksi gejolak sosial sekaligus mampu menggerakan sebuah bangsa menuju ke arah pembaharuan (alias revolusi total). Mengukur kehidupan yang hakiki dan berdaulat penuh di negerinya akan ditentukan gerak pemuda selama ini apa yang mereka baca, apa yang mereka belajar dan kecenderungan apa mereka menanam selama era revolusi industri 4.0 ini.
Terkadang saya bingung dan ragu jika pemuda Papua dalam sekolah dan perkuliahan sejak dini tidak mengarahkan kebiasaan dan kecenderungan dinamis menjadi tenang menyikapi situasi bangsa Papua, tak lain hanya Pendidikan dan pengajaran Sejarah mereka karena itu identitas dan jati diri.
Dalam kurikulum Pendidikan Indonesia tidak akan pernah mengajarkan tentang Sejarah local seperti Aceh, Papua, Jogja, Maluku dan Bali apalagi sejarah berisi memisahkan diri dari Indonesia atau mengembalikan kedaulatan bangsa Papua. Namun, kenyataan bahwa penguasa Negara senantiasa memproduksi hoaks yang berisi propaganda di media massa secara luas terkait situasi Papua. Dalam banjirnya informasi semacam ini Mahasiswa Papua sebagai subyek yang mampu menjelaskan sejarah dan kondisi yang sebenarnya.
Tidak cukup itu digerakan secara individu tetapi Organisasi tingkat Mahasiswa ini dipahami sebagai wadah tumpukan gagasan-gagasan progresif yang mampu memecahkan masalah sosial terutama masalah bangsa Papua Barat yang sakit menahun.
BERTAHAN DALAM MENGHADAPI BANJIRNYA UJARAN RASISME DAN KEKERASAN DI TANAH RASIAL
Sejarah munculnya rasis itu tidak hanya di Indonesia, tetapi kita bisa melacak sampai ke “Evolusi Manusia” hingga Perjuangan Bangsa Afrika Selatan, dibawa kepemimpinan Gerakan Nelson Mandela perbudakan, rasisme, pembunuhan dari pemerintah Apartheid terhadap bangsa Afrika selatan begitu kejam. Di tengah situasi Nelson Mandela berjuang secara damai untuk menghapuskan rasial terjadi di benua Afrika.
Namun, Pandangan Rasis tidak kubur disitu mewabah sampai ke ASIA hingga Masuk ke Indonesia, pecahnya di Surabaya tanggal 15 agustus 2019 terhadap mahasiswa Papua dan protes secara gelombang seluruh Papua.
Apakah rasisme itu sudah hilang di Indonesia pada tahun 2019 silam. Jawabannya masih. Cobah kita melihat di berbagai kota di pulau Jawa terutama Jawa timur, Jawa Barat dan sekitarnya keharmonisan dan kegugupan antara warga dengan mahasiswa Papua? kita tanya terhadap mahasiswa Papua tentang apa yang mereka alami, jawabannya tidak lain tetapi banyak mengungkapkan, selama di tanah rantau selalu kecurigaan, merendahkan, diasingkan, prasangka buruk, rasisme, diskriminasi serta pertanyaan pertanyaan tidak bobot dialamatkan pada anda orang Papua.
DUNIA KAMPUS DAN REALITA
Lalu bagaimana menyikapi hal tersebut? Sementara kecurigaan, rasisme itu menjadi wabah di kampus dan tempat anda berada. Barangkali ada, era pergantian nama kampus menjadi “kampus Merdeka” apakah mahasiswa menjadi bebas merdeka dalam berpikir dan berekspresi yang didorong oleh fakta dan data atas realita hari ini meluap sampai ke kampus.Anda tahukan kawan Nyamuk Karunggu dkk Papua lainnya di Lombok Kota Mataram mengalami intimidasi, dibubarkan secara paksa melalui kekuatan security kampus bahkan salah satu security seenaknya berani memukul mahasiswa Papua.
Apa perasaan anda ketika kawan aktivis lama menyelesaikan kuliah? jangan-jangan anda menganggap dia orang bodoh dan tidak mampu? Sehingga lama selesaikan kuliah? Atau itu menjadi objek percontohan kepada yang lain agar tidak ditiru,beritahu pada kami adakah di kampus?, dosen mengajarkan tentang ketidakadilan terjadi seluruh Indonesia terutama Papua? Adakah dosen mengajak anda diskusi dan debat kritis perihal isu Papua? adakah kampus mengajak anda untuk aksi atas ketidak adilan, penindasan, penyiksaan warga sipil di Papua?
Adakah dosen atau teman sebaya peduli pada anda mahasiswa Papua ketika mengalami ujaran rasisme dari teman sebelah atau lingkungan anda berinteraksi.
Pernahkah anda mendapat pertanyaan aneh dan konyol seperti Papua ada beras kah? disana ada motor kah? Pertanyaan lebih aneh lagi disana orang-orang Papua masih memakai koteka ya? Beritahu pada kami Adakah lembaga kampus menfalitasi anda untuk diskusi terbuka tentang isu-isu sosial, politik sedang memanas di Indonesia terutama isu Papua?Kuingin anda muntah di sini doktrin dan nasehat macam apa selama ini ada percaya hingga kontemplasi?
Jangan-jangan doktrin mengandung berburu nilai dan Ijazah atau cepat selesai, hal inilah sudah diingatkan oleh Rocky Gerung, “Ijazah itu pertanda bahwa anda pernah sekolah bukan pertanda bahwa anda pernah berpikir”.
Hai mahasiswa, Ilmu pengetahuan yang anda konsumsi di kampus itu di ambil bahan mentah yang disebut (tesis) ambil setiap masalah ada di lingkungan, alam, sosial dan politik sedang berkembang di masyakat. Tidak ada ditemukan masalah dalam ruang kelas. Melainkan pranata-pranata sosial tersebut kemudian itu dikaji dan dikemas sedemikian rupah akhirnya jadilah teori atau ilmiah siap disaji oleh mahasiswa.
Kampus itu ibarat tempat bengkel para penguasa membawa apa saja siap mengerjakan yang penting bayar artinya penguasa menanam perusahaan mereka di satu wilayah meminta melakukan kajian dan AMDAL terlebih dahulu di kampus. Kawan-kawan aktivis lingkungan kritik ini bagian dari kapitalisasi dan komersialisasi kampus. Maka tenggelamlah esensi pendidikan di Indonesia yang diimpikan Ki Hajar Dewantara, “mencerdaskan kehidupan bangsa” telah hilang diganti dengan pendidikan akumulasi harus uang.
Bagi saya tidak pusing merubah wajah Pendidikan Indonesia atau tidak tetapi paling tidak mahasiswa Papua penting untuk mengetahui karena akan berdampak, kawan-kawanku terbaik Kampus itu tempat pameran penampilan dan pameran mobil dan motor, apalagi dlm ruangan dilengkapi dengan ber-Ac dan Wifi lama kelamaan situasi itu membuat kita diatas ayunan atau nina bobo jiwa-jiwa pemberontakan dan hanyutnya berpikir kritis.
Jeritan dan luka bangsa Papua itu baunya ada dimana mana dan dicium oleh semua manusia di Indonesia dan internasional lalu pertanyaannya berapa banyak orang peduli dengan anda untuk mengobati luka atau jeritan anda? Beritahu pada kami berapa orang peduli kemanusiaan sebagai ciptaan Tuhan yang sama lalu protes atas penyiksaan warga sipil di Puncak, ini diwujudkan dalam bentuk aksi? Anda tidak emosikah seorang ibu dan anak dibunuh oleh militer Indonesia di Papua siapa tidak sedih beberapa ibu di kabupaten Nduga, Maybrat mereka Melahirkan anak di hutan rimbah akibat operasi membabi buta oleh militer kolonial Indonesia, kemudian anaknya dinamakan “Pengungsi” yang di sutradara baik oleh Wartawan Jubi pd pekan lalu.
Siapa tidak emosi DPR-RI bersama badan perencanaan otonomi khusus bekerja sama dgn DPR RI dapil papua seperti Yan Mandenas serta kelompok yang berafiliasi sama pemerintah pusat tak pernah puas, begitu senantiasa melanjutkan Otonomi khusus jilid kedua di Papua tanpa mendengarkan, tanpa memperhatikan aspirasi akar rumput bangsa Papua Barat dengan satu sikap bahwa “kontrak rakyat Papua dengan Indonesia sudah habis melalui otsus dan agendakan referendum di Papua Barat”
Siapa tidak emosi mahfud MD mengatakan itu tikus tikus yg mati ketika Veronica Koman menyerahkan data kematian warga sipil di Nduga Papua pada dua tahun silam. Siapa tidak marah ketika Lenis Kogoya membentuk LAMA sana sini pada akhirnya mengadu domba sesama anak bangsa, Papua Barat. Hai Kaum muda Papua, jangan bilang kami adalah agen perubahan Papua sementara melihat sikapmu anti dengan diskusi kritis atas realita di Papua.
Jangan bilang saya ini membangun Papua padahal melihat isi otak dan sikapmu merusak bangsa Papua. Jangan bermimpi perubahan di Papua kalau berjalan berangsur-angsur oleh pemerintah justru terbalik mereka adalah perusak alam, penikmat kandungan alam, perantara membunuh dan Menghabiskan orang Papua.
Situasi dan kondisi sosial macam apa membuat anda marah? Keputusan politik macam apa membuat anda marah dan protes? Realitas seperti apa anda bisa percaya kalau itu benar dan fakta.
Kejahatan negara macama bagaimana anda emosi hingga melawan dan protes untuk menghukum pelaku. Mari kita merawat ideologi, kobarkan api perlawan tanpa batas, kamu cintai keluarga kandung pula kamu cintai tanah airmu Papua Barat, melihat itu bagian integral dari ibu kandungmu dirobek robek oleh kolonial Indonesia.
Pemuda Papua adalah mesin atau perangkat yang mampu mendeteksi gejolak sosial sekaligus mampu menggerakan sebuah bangsa menuju ke arah pembaharuan (alias revolusi total). Mengukur kehidupan yang hakiki dan berdaulat penuh di negerinya akan ditentukan gerak pemuda selama ini apa yang mereka baca, apa yang mereka belajar dan kecenderungan apa mereka menanam selama era revolusi industri 4.0 ini.
Saya pun bingung dan ragu jika pemuda Papua dalam sekolah dan perkuliahan sejak dini tidak mengarahkan kebiasaan dan kecenderungan dinamis menjadi tenang menyikapi situasi bangsa Papua, tak lain hanya Pendidikan dan pengajaran Sejarah mereka karena itu identitas dan jati diri.karena itu ajarkan mereka apa yang mereka alami dan apa yang mereka bisa rasakan hari ini lalu membuat metode alternatif membebaskan mereka dari dogma agama dan doktrin keliru membuat mereka menjadi manusia material nafsu kekuasaan dan uang, tetapi melahirkan generasi harapan bangsa Papua Barat.
Selamat membaca, selamat berjuang…