Sunday, 4 May 2025

pembungkaman ruang kebebasan akademik terhadap mahasiswa Papua universitas Mataram

-PEMBUNGKAMAN RUANG KEBEBASAN AKADEMIS KAMPUS TERHADAP MAHASISWA PAPUA

PEMBUNGKAMAN RUANG KEBEBASAN AKADEMIS KAMPUS TERHADAP MAHASISWA PAPUA

date 27/02/2025 kampus universitas mataram pembungkaman ruang kebebasan terhadap mahasiswa papua dan rasis didunia kampus

PEMBUNGKAMAN RUANG KEBEBASAN AKADEMIS KAMPUS TERHADAP MAHASISWA PAPUA

ALIANSI MAHASISWA PAPUA KOMITE KOTA LOMBOK

SALAM PEMBEBASAN NASIONAL PAPUA BARAT.!!
SALAM SOLIDARITAS TANPA BATAS.!!
SALAM DEMOKRASI.!!

Kronologis:
Pada Tanggal 25 FEBRUARY 2025 Mahasiswa Papua bernama wene Karunggu fakultas ilmu hukum universitas Mataram Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Desa dan Kelurahan ruang (A1) wene Karunggu tahun 2025-02-25 jam 09:15 WITA Ibu yang bernama (Riska Ari Amalia. SH.MH) tidak memberikan kesempatan mahasiswa asal papua yang bernama Wene Karunggu, untuk mengikuti pembelajari di jam matakuliahnya dengan alasan terlamabat 15 menit. Kemudaian mahasiwa atas nama Wene tersebut tidak terima karena mahasiwa tersebut ingin mengikuti mata kuliah tersebut, namun tidak ada toleransi justru dosen tersburt mengatakan anda tidak memiliki sopan santun, pungkasnya. Setelah di keluarkan tanpa alasan hukum yang jelas, wene Karunggu setelah selesai mata kuliah pertama lansung pinda Ruang sesuai jadwal mata kuliah tersebut, Jan 8:40 (WITA) ke kelas tersebut namun tidak ada dosen yang ada hanya Kawan-kawan mahasiswa, kemudian wene pindah tempat sambil menunggu dosen karena dosen tersebut terlambat ampir jam 9:30-an kemudian wene ke toilet pas melihat dosen sudah masuk jam 9:15 (wita), wene masuk ruang nggak ketok pintu ruang kelas (9B) langsung masuk di ruang, dari situlah ibu Dosen yang berwatak otoriter, watak kolonial yang begitu luar biasa menyampaikan kata-kata dengan nada yang keras, yang kita mengenal kasih sayang terhadap mahasiswa itu tidak ada apa lagi wene Karunggu adalah mahasiswa Papua bernama wene Karunggu fakultas hukum universitas Mataram.
Kemudian ibu dosen tersebut kehadiran wene dengan alasan telat masuk tidak ada etika moral kedisplinan,lalu Apsen Sia-kelas di Alpakan padahal yang terlambat adalah dosen tersebut bukan wene, namun langsung reaksi dosen memperintakn mahasiswa yang ada di kelas untuk menangkap, kemudian mahasiswa watak Borjuis kupu-kupu sampa yang tidak punya moral etika dungu sesama kawan langsung keluar dari kelas dan menangil security Unram fakultas hukum lalu mereka langsung datang bersama pihak kemasiswahan fakultas hukum,
Wene tegas melawan dosen yang berwatak otoriter, kolonialisme terhadap mahasiswa Papua wene Orasi politik di kelas ruang 40 menit, dalam ORASI POLITIK mengatakan bahwa;
Kami mahasiswa berbicara dengan UUD NRI 1945 setiap orang menyampaikan pendapat dimuka umum lisan maupun tulisan, dan UU nomor 9 tahun 1998 hak untuk mendapatkan ruang kebebasan berekspresi, berargumentasi, bukanya kami di budak didalam kelas, kami harus ikut pada dosen tersebut melainkan kami menyampaikan berdasarkan dengan bukunya Eko Prasetyo. Kemudian wene juga jelaskan UU nomor 12 tahun 2012 berlandaskan mahasiswa menjamin akademik otonom kampus ujarnya Orasi”
wene juga mengkritisi mahasiswa yang takut pada dosen bahwa idealisme mahasiswa dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan akhir-akhir ini mulai terlihat bergeser. Banyak diantara mereka sudah mulai kehilangan identitas sehingga tidak menunjukkan kekompakkan dalam menyikapi berbagai permasalahan, yaitu masalah bangsa, masalah kampus, yang terus tumbuh represif, marjinalisasi, kriminalisasi, terhadap mahasiswa Papua yang bernama wene Karunggu yang seharusnya menjadi tanggung jawab bersama dalam ORASI POLITIK ujarnya wene.!!
Allo kawanmu mahasiswa Papua sudah 3 kali di keluarkan dari kelas bernama wene dengan alasan yang tidak jelas di kampus universitas Mataram fakultas hukum, terhitung dengan sejak 2023 Inga 2025-02-25 di ruang fakultas hukum hari ini terjadi represif, di bungkam dikelas wene juga selalu represif dikampus sendiri gara-gara melawan dosen yang berwatak otoriter represif terhadap mahasiswa Papua.
Sekitar 40 menit wene Karunggu mengkritisi mahasiswa sekaligus dosen tersebut di kelas SECURITY fakultas hukum Bersama Pihak kemasiswahan langsung tarik tangan dan membawa ke pihak kemasiswahan fakultas hukum, disitu mereka menasehati jangan melakukan pemberontak di kampus namun wene ketawa dan berpikir bahwa dipadang kolonialisme bukan lagi mahasiswa melainkan primitif dan akan terus bertambah represif marjinalisasi, kriminalisasi, intimidasi, mahasiswa Papua.
Dan ini bukan hal baru tapi rektorat universitas Mataram juga pernah menangkap mahasiswa Papua bersama solidaritas PB mataram”ujar wene.
Hal inilah yang kemudian coba diulas oleh Eko Prasetyo dalam bukunya yang berjudul Bergeraklah Mahasiswa. Jika dahulu ruang kelas dan kantin mahasiswa dipenuhi dengan diskusi hingga adu gagasan tentang wacana peradaban, hari ini akan sulit menemukan seperti hal yang demikian. Kuliah kini dilalui dengan cara sederhana: datang-dengarkan lalu pulang. Kantin tidak lagi menjadi tempat yang riuh akan ide-ide cemerlang, melainkan menjadi tempat kelompok mahasiswa untuk berpetualang dengan gadgetnya.
Selain kritik terhadap potret mahasiswa saat ini, hal lain yang bisa ditemui dalam buku menggambarkan bahwa dunia pendidikan tinggi di Indonesia sekarang tidaklah seindah yang dibayangkan. Dunia kampus kini terkesan tidak memberi ruang kebebasan bagi tumbuhnya mimpi-mimpi besar. Dunia kampus saat ini sulit menoleransi pembangkangan, dan berisi banyak aturan yang membelenggu kebebasan.
Mahasiswa terlihat seperti domba yang digiring sesuai dengan keinginan aparat kampus. Kadang dipakai untuk pasukan laga yang punya tujuan untuk memenangkan lomba, kerapkali juga jadi kawanan massa yang digiring untuk mendukung sebuah acara. Jika keinginan kampus tidak dikehendaki, pidana drop out (DO) siap menghantui. Inilah sedikit uraian keresahan Eko Prasetyo tentang keadaan kampus saat ini.
Wene juga anti dengan birokrasi kampus universitas Mataram yang terus melakukan kolaborasi dengan polda, Polresta Mataram, inteljen dunia kampus merupakan kampung universitas Mataram bukan lagi kampus merdeka melainkan kampus kolonialisme,
anti Juga dengan mahasiswa Indonesia yang terus melancarkan peredaran,Ras, etnis.
Kronologis ini kami buat bukan opini publik atau hoax melainkan fakta dan bukti nyata di Dunia kampus terutama dosen-dosen fakultas hukum Unram.
Karena mahasiswa atas nama Wene tersebut berikeras ingin mendapatkan hak yang sama untuk mendapatkan pembelajaran seperti mahasiswa pada umumya dan tidak ada respon dari kampus maupun dosen pengampu matakuliah tersebut sehingga mahasiswa/korban pembungkaman ruang akademik tersebut meminta kejelasan pada hari setelahnya/hari kedua yang akan kami paparkan kronologinya di bawah ini.

Kronologis hari kedua:
Pada hari ini kamis pukul 07:15 wene karunggu dari sekretariat wapala menuju ke ruang kelas untuk mengikuti perkuliahan, namun ketika dia masuk kelas langsung dikeluarkan dari ruang kelas oleh dosen yang bernama M. Saleh, SH. MH mata kuliah hukum acara MK, setelah itu wene karunggu berorasi sekitar 20 menit kemudian mahasiswa atas nama Wene kembali ke honai untuk mengambil mixcapon/toa dan kembali kekampus untuk melakukan aksi. Wene bersama Marten kemudian tiba di kampus jam 08:00 Marten langsung mengambil posisi untuk merekam video dan wene mengaktifkan mic Untuk berorasi sekitar 15 menit kami berorasi di halaman kampus fakultas hukum universitas Mataram kemudian wene sambil berorasi ke lantai dua bersama dengan Marten yang sedang merekam. Kemudian ketika kiba diatas wene bersama Marten diintimidasi oleh Intel dosen dan juga satpam fakultas hukum universitas Mataram. Setelah itu kami di dorong keluar oleh beberapa orang dan juga ada beberapa orang yang saling merebut Hpnya kawan Marten yang sedang merekam itu namun Marten bergengam keras sehingga tidak di ambil kemudian ketika paksa di tarik keluar baju yang wene sedang pakai itu sebagian ter-robek. Pas ketika berhasil di keluarkan wene bersama Marten mulai melakukan orasi dihalaman kampus fakultas hukum universitas Mataram. Saat berorasi pun masih diintimidasi diteror dan juga terjadi Pembungkaman ruang demokrasi bagi mahasiswa Papua di kampus universitas Mataram. Dalam orasi wene karunggu menyakan bahwa dia sudah pernah dikeluarkan dari ruang kelas sebanyak 3 kali dan setiap kali dia masuk kedalam ruang kelas mereka selalu menganggapnya primitif dan mutilasi marjinalisasi rasis itu sangat terlihat dalam ruang kelasnya. Sehingga semua yang terjadi dalam proses perkuliahan dia lampiaskan dalam orasi. Sedangkan ketika Marten berorasi dia menyatakan bahwa disini kami untuk menuntut agar dosen yang membatasi ruang demokrasi mahasiswa itu segara di adili dan dipecat atau dipindahkan ke kampus lain. Karena kami datang disini untuk untuk menuntut ilmu bukan datang untuk dipermainkan seperti binatang. Setelah itu wene kembali orasi lagi dan dalam organisasinya dia menyampaikan bahwa ketika kami mahasiswa papua mengritik baik itu dalam bentuk tulisan maupun lisan itu tidak salah karena itu sudah diatur Dalam undangan undangan Pasal 28E ayat (3) 1945 juga menentukan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Dan ketika kami berbicara tentang Papua merdeka itu pun sudah di atur dalam pembukaan UUD 1945 bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa.
Demikian sama seperti Indonesia saat masih di jaja oleh Belanda Soekarno pernah mengkampayekan pembantaian pembuhuhan yang terjadi di Indonesia pada waktu itu sehingga kami sebagai mahasiswa yang merupakan suara rakyat punggung rakyat kami akan terus untuk menyuarakan aspirasi rakyat Papua Barat hingga sampai titik menang.
Intimidasi, kriminalisasi, dan marjinalisasi, teror, dan Pembungkaman ruang demokrasi di kampus fakultas hukum universitas Mataram terhadap mahasiswa Papua bernama wene karunggu bersama Marten, Melakukan demo didepan fakultas hukum universitas Mataram karena kawan kami wene karunggu di keluarkan dari kelas oleh dosen fakultas hukum universitas Mataram.
Demikianlah kronologi pembungkaman ruang akademik terhadap mahasiswa asal Papua di Universitas Mataram yang dapat kami sampaikan, dengan ini kami meminta semua pihak untuk perhatiannya dan sama-sama kita perjuangkan hak-hak sebagai mahasiswa.
Untuk selanjutnya kami masih menunggu respon dari pihak kampus, jika belum ada progres sampai esok hari maka kami akan melakukan aksi mimbar bebas di kampus untuk memperjuangkan hak-hak kami dan memenangkan tuntuan kami, sekian dan terimakasih.
Tuntukan kami sebagai berikut:
1. Berikan kebebesan akademik mahasiswa papua
2. Hentikan pembungkaman ruang kebebsan akademik di dunia kampus fakultas hukum universitas mataram
3. Pecat dosen yang berwatak otoriter dan rasis di dunia kampus fakultas hukum universitas mataram.

Medan juang, Mataram 27 February 2025

Ketika kami diam maka kami di bodoh bodohi dan ketika kami takut maka kami di injak-injak (Haris hazar)
Kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum di Indonesia dijamin oleh konstitusi dan peraturan perundang-undangan, seperti:
1. UUD 1945 Pasal 28E Ayat (3) dan 28F, yang menjamin hak untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
2. UU No. 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, yang memberikan hak dan perlindungan dalam menyampaikan pendapat.
3.UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang memberikan hak untuk berdemo dan menyatakan pendapat.
4. UU No. 12/2005 yang meratifikasi ICCPR, menjamin kebebasan berekspresi.
5.UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, yang mengatur perlindungan hak anak untuk menyampaikan pendapat secara bebas, sesuai dengan usia dan tingkat kedewasaannya.
Medan juang Mataram 27 February 2025
Hukum hak asasi manusia nomor 39 tahun 1999 telah di memperkosa oleh birokrasi dosen tersebut
UU no 9 tahun 1998 juga tidak memperkosa karena terus mengatasi dan membungkam ruang kebebasan akademisi kampus fakultas hukum

Di tulis oleh Wene Karunggu Mahasiswa papua fakultas Hukum Universitas Mataram 27/02/2025