PERNYATAAN SIKAP
ALIANSI MAHASISWA PAPUA (AMP) KK LOMBOK DAN FRONT RAKYAT INDONESIA UNTUK WEST PAPUA (FRI-WP)
SALAM PEMBEBASAN NASIONAL.!
Amolongo, Amakanie, Acemo, Asik Mase, Tabea Mufa, Nimo, Koyao, Koha, Kinaonak, Nare, Yepmum, Dormum, Tabea Mufa, Walak, Foi Moi, Wainambe, Nayaklak Wawawawawawa..wa..wa..wa..wa!
63 Tahun Deklarasi Kemerdekaan West Papua: Tolak Proyek Strategis Nasional (PSN) dan Mobilisasi Militer, Bangun Persatuan Nasional yang Demokratis serta Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Bangsa West Papua!
Program transmigrasi reguler kembali diberlakukan di atas tanah Papua sejak dihentikan pada tahun 1998. Hal ini merupakan wujud nyata dari praktik penjajahan dengan taktik settler colonialism atau mobilisasi penduduk dari negeri penjajah (Indonesia) ke negeri jajahannya (Papua) untuk bermukim sebagai taktik menekan populasi penduduk asli Papua serta mengubah komposisi penduduknya. Penduduk Asli Papua adalah orang Papua tercatat memiliki marga orisinal (asli) yang terikat dengan tanah adat warisan turun-temurun dari nenek moyang orang asli Papua yang telah bermukim selama 20.000 tahun.
Rakyat Papua memiliki ras negroid berumpun Melanesia yang berbicara menggunakan bahasa daerah masing-masing. Tapi secara umum menggunakan bahasa Melayu sebagai konsekuensi logis dari penjajahan Indonesia selama dari 63 tahun. Hal ini adalah gambaran kolonialisme primitif yang pernah diterapkan oleh Inggris pada Abad Pertengahan semasa ditemukannya benua Australia oleh Kapten James Cook dan mulai membangun koloni Inggris serta memobilisasi migran dari Inggris ke tanah adat Suku Aborigin. Hal ini membuat populasi Suku Aborigin ditekan menuju kepunahan atau depopulasi sebagai dampak dari gelombang migrasi yang tak terkontrol oleh kolonial Inggris yang berujung pada pembantaian massal populasi Aborigin, perampasan tanah ulayat, dan asimilasi paksa (kawin campur) yang menjadi faktor punahnya orang Aborigin dalam waktu 100 tahun.
Praktik ini digunakan hampir di separuh dunia yang dijajah oleh bangsa-bangsa Eropa pada Abad Pertengahan yang sedang berada pada fase Renaisans atau Aufklarung (Abad Pencerahan). Merkantilisme kolonial Eropa berhasil memunahkan suku-suku pribumi untuk dikuasai tanahnya secara penuh untuk dan hasil alamnya di rampas demi kepentingan perdagangan dan akumulasi modal. Selain Aborigin ada juga Suku Indian Iroquis, Comanche, dan Apache yang adalah pemilik sah wilayah yang sekarang menjadi negara kapitalis Amerika Serikat (USA) yang punah karena pembantaian masal dan penerapan taktik settler colonialism yang didesain oleh kolonialisme Barat. Sekarang populasi Suku Indian hanya 2,9% dari total 100% penduduk Amerika Serikat. Karena jumlah mereka sudah minoritas,
mereka tidak punya kekuatan politik apa pun untuk mempertahankan hak-hak mereka sebagai pribumi.
Program Transmigrasi dimulai sejak 1964 atau 3 tahun sejak dikumandangkannya Trikora pada era Rezim Orde Lama Sukarno. Poin kedua Trikora berbunyi: “Bersiaplah untuk mobilisasi umum di seluruh tanah Papua.” Hal ini menjadi seruan sekaligus sebagai legitimasi jalannya kebijakan transmigrasi di atas Tanah Papua. Tercatat ada 78.000 KK dengan jutaan jiwa penduduk dari luar Tanah Papua seperti Pulau Jawa dikirim ke Papua untuk mengikuti program ini. Mereka yang dikirim sudah disediakan tanah untuk bertani dan rumah serta berbagai fasilitas penunjang lainnya. Setelah Orde baru runtuh karena gelombang Reformasi 1998, transmigrasi reguler ini dihentikan.
Penghentian transmigrasi tidak serta merta meminimalisir gelombang migrasi dari luar Papua. Justru banyak juga yang datang secara ireguler dengan menggunakan kapal penumpang, dan pesawat komersial untuk menyambung hidup di Papua. Hal ini makin diperparah dengan masifnya pemekaran wilayah (daerah otonomi baru, DOB) yang menjadi sasaran empuk mobilisasi tenaga kerja migran ke Papua. Ada yang datang tanpa KTP namun setelah sebulan tinggal di Papua langsung dapat KTP Papua. Sedangkan orang Papua sendiri susah membuat KTP. Migran sudah mendominasi, mereka mulai menguasai berbagai sektor kehidupan. Awalnya hanya sektor ekonomi seperti warung, kios, toko, dan jual-jual bahan pangan di pasar. Lama kelamaan langsung memonopoli sektor perekonomian dan bisnis. Setelah mendominasi sektor ekonomi migran, mereka mulai bergerak menguasai sektor politik
Dilihat dari persentase jumlah kursi DPR baik kabupaten/kota/provinsi maupun pusat, paling dominan dikuasai oleh migran. Bahkan mereka sudah melangkah lebih berani dengan mencalonkan diri sebagai gubernur. Hal ini menjadi bukti keberhasilan kolonial Indonesia dalam menerapkan penjajahan dengan taktik mobilisasi migran atau settler colonialism. Diperkirakan, perbandingan populasi Orang Asli Papua dengan migran/pendatang pada tahun 1960 sebesar 99% OAP : 1% migran atau amber. Sedangkan di tahun 2021 sudah mencapai 50% OAP : 50% migran atau amber. Bonus demografi ini diambil dari data Profesor Jim Elmsley dari Sindey University yang meneliti gejala depopulasi atau genosida perlahan di Papua akibat program transmigrasi.
Setelah Prabowo Subianto dilantik menjadi presiden, dia langsung mewacanakan untuk menerapkan kembali program transmigrasi reguler yang pernah digenjot oleh ayah mertuanya, Diktator Suharto. Kita tahu program transmigrasi akan berorientasi pada pemusnahan Orang Asli Papua secara perlahan (slow motion gonocide). Program mobilisasi transmigran ke Papua juga adalah bentuk cuci tangan dari rezim kapitalis kolonial Indonesia yang telah melakukan pemiskinan secara struktural kepada rakyat Indonesia melalui masifnya perampasan tanah di berbagai wilayah di Indonesia untuk dialihfungsikan menjadi kawasan industri, perkebunan kelapa sawit, proyek properti, dan real estate untuk mengumpulkan kekayaan bagi kepentingan imperialis dan kaki tangannya. Setelah rakyat Indonesia ini dimiskinkan mereka lalu digunakan oleh negara sebagai pion untuk menjalankan program settler colonialisme. Hal ini menyebabkan terjadinya persaingan ekonomi dan perebutan lapangan pekerjaan yang kemudian akan dimuarakan pada konflik rasial antara amber versus
OAP yang posisinya sama-sama tertindas. Konflik rasial ini sering di-setting oleh pihak ketiga yang tidak menginginkan persatuan nasional rakyat Papua (OAP maupun non-OAP).
Proyek strategis nasional (PSN) merupakan kebijakan politik sejak rezim Jokowi berkuasa dan kemudian sekarang dilanjutkan oleh rezim Prabowo-Gibran. Tujuan dicanangkan PSN adalah untuk membangun industri-industri strategis dan juga membangun infrastruktur-infrastruktur bernilai investasi tinggi yang dikelola oleh negara bersama dengan oligarki. Dasar hukumnya Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Sejak 2016 hingga 2024 PSN tercatat sudah 195 proyek yang sudah terealisasi dengan nilai sebesar RP1.519 triliun.
Beberapa proyek sudah diwacanakan dan juga yang sudah direalisasikan di Papua. Proyek-proyeknya bergerak di beberapa sektor seperti, pertama, migas, Proyek Tangguh Train 3 LNG Bintuni. Kedua, pembangunan infrastruktur untuk memperlancar aktivitas transportasi pengangkutan komoditas ekspor hasil dari eksploitasi alam Papua, pembangunan pelabuhan serta bandara di Nabire dan Sorong. Ketiga, pembangunan kawasan ekonomi khusus atau kawasan industri dengan luas lahan sebesar 523,7 ha tanpa persetujuan dari masyarakat adat Moi sebagai pemilik ulayat. Keempat, pengembangan pangan dan energi dengan luas lahan seluas 2 juta ha atau sama dengan 63 kali Kota Surabaya. Kelima, program ini berupa cetak sawah 1 juta ha dan perkebunan tebu sebagai bahan baku produksi bioetanol seluas 1 juta ha.
Selain PSN ada juga pembangunan blok-blok kawasan industri ekstraktif seperti Blok Weiland yang memiliki cadangan emas di Mapiha, Kabupaten Dogiyai, Blok Warim yang memiliki cadangan minyak sebesar 25,968 miliar barel dan cadangan gas sebesar 47,37 triliun kaki kubik. Cadangan ini diperkirakan oleh Kementerian ESDM akan dua kali lipa lebih besar dari Blok Masela di Ambon. Blok Warim berlokasi di Kabupaten Mimika. Kemudian, Blok Wabu memiliki cadangan emas sebesar 8,1 juta ton emas dengan keuntungan penjualan diperkirakan bisa mencapai Rp2.217 triliun. Selanjutnya, Blok Bobara berada di wilayah Kaimana-Fakfak dengan luas area 8.444 km2. Blok ini memiliki cadangan minyak dan gas bumi sebesar 6,8 miliar barel.
Eksploitasi sumber daya alam yang gila-gilaan digenjot oleh rezim kapitalis kolonial Prabowo-Gibran. Proyek eksploitasi sumber daya alam ini diperlancar dengan pemetaan wilayah eksploitasi sumber daya alam yang kemudian dipermudah oleh pemekaran Daerah Otonom Baru sebanyak 9 provinsi dan 56 kabupaten-kota. Tujuan dari pemekaran sebanyak ini adalah untuk memperlancar pembangunan infrastruktur yang dapat memaksimalkan proses produksi dan eksploitasi sumber daya alam, mulai dari pengangkutan bahan mentah ke pabrik hingga diekspor. Skema ini menggunakan elite-elite lokal di Papua sebagai kacung yang akan memuluskan semua program kolonial. Borjuis lokal ini mengklaim diri sebagai representasi rakyat Papua untuk mendukung dan menerima proyek-proyek strategis nasional ini.
Implementasi dari banyaknya PSN dan mega proyek industri ekstraktif membawa dampak yang sangat buruk bagi kelangsungan lingkungan hidup dan masifnya perampasan tanah adat secara tersistematis oleh elite lokal yang dibekingi oleh pemodal dan militer. Alih
fungsi jutaan hektar hutan adat sebagai basis kebudayaan dan juga sumber mata pencaharian masyarakat adat yang mayoritas masih memiliki corak produksi komunal. kebijakan eksploitasi rezim ini juga turut menyumbang besarnya angka deforestasi di Papua dan kerusakan lingkungan berskala besar. Kerusakan lingkungan ini akan makin memperparah pemanasan global dan krisis lingkungan secara global.
Persatuan rakyat adalah jawaban atasan penderitaan rakyat Papua di bawah kekuasaan kapitalisme kolonial yang eksploitatif. Hari ini rakyat Papua secara kolektif dipersatukan oleh perasaan senasib sepenanggungan. Senasib di bawah jajahan kolonial Indonesia yang kejam dan eksploitatif, yang dengan kepentingan akumulasi modalnya merampas tanah dan kekayaan alam Papua dari tangan rakyat Papua. Persatuan nasional tidak memandang suku, ras, golongan, haluan ideologi dan agama.
Persatuan nasional berdiri di atas panji persatuan rakyat terjajah yang sama-sama dijajah dan dieksploitasi oleh kekuasaan kolonial yang sama. Membangun persatuan nasional juga demokratis tanpa saling mendikte atau memaksakan kehendak individu, faksi, golongan di atas kepentingan kolektif. Kepentingan kolektif yang mendesak dan objektif berdasarkan analisa yang komprehensif itulah yang harus diutamakan, bukan kepentingan ego golongan maupun individu. Sebab membangun persatuan nasional adalah mengakumulasi kekuatan rakyat untuk melawan penjajahan kolonialisme Indonesia yang telah bercokol selama 62 tahun di atas tanah Papua.
Sekarang apakah Rakyat Papua mau pasrah seperti kambing yang diarahkan ke rumah potong hewan untuk disembelih atau seperti singa yang gagah perkasa mempertahankan harga dirinya? Leonidas, Panglima Perang Sparta, pernah berkata, “Lebih baik saya mati sebagai orang merdeka dari pada hidup sebagai budak”. Selain itu, catatan terpenting alasan gerakan perjuangan adalah bahwa Indonesia sudah melakukan 44 operasi militer tahun 1961 – 1999 dan 38 operasi militer berlanjut pada 2000 – 2023 serta praktik militer Indonesia yang tidak dapat terhitung.
Melalui pernyataan sikap ini kami, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) kk Lombok dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) menyatakan sikap politik kepada rezim Prabowo-Gibran untuk segera:
1. Hentikan jebakan program transmigrasi ke Papua
2. Cabut dan tolak Otonomi Khusus serta hentikan pembentukan daerah otonomi baru.
3. Buka akses jurnalis seluas-luasnya di West Papua.
4. Tarik militer organik dan nonorganik dari West Papua.
5. Segera tangkap, pecat dan adili pelaku penembakan Almarhum Tobias Silak di Yahukimo.
6. Segera usut tuntas kasus pembunuhan dan mutilasi terhadap Ibu Tarina Murib.
7. Hentikan proyek strategis nasional berupa cetak sawah dan penanaman tebu di Kab. Merauke yang merampas tanah adat Rakyat Papua di wilayah Merauke.
6. Bebaskan seluruh tahanan politik West Papua tanpa syarat.
8. Tutup PT Freeport, BP, LNG Tangguh serta tolak pengembangan Blok Wabu, Blok Weiland, Blok Warim, Blok Bobara, dan KEK di Sorong.
9. Hentikan pembangunan 4 kodam tambahan, 4 polda dan pengiriman 5 batalion penyangga tambahan serta pembangunan berbagai fasilitas militer yang justru menjadi dalang dari kekerasan kemanusiaan di Papua.
10. Tangkap, adili, dan penjarakan jenderal pelanggar HAM.
11. Hentikan rasialisme dan politik rasial yang dilakukan Pemerintah Republik Indonesia dan TNI-Polri
12. Hentikan operasi militer di Nduga, Intan Jaya, Puncak Jaya, Maybrat, Yahukimo, dan seluruh wilayah West Papua lainnya.
13. Cabut dan tolak Omnibus Law, KUHP, UU ITE, seluruh kebijakan kolonial yang tidak memihak rakyat.
14. Solidaritas terhadap warga batur Menolak PT Tanaya Pesona Batur
15. Sahkan RUU Masyarakat adat.
16. Mendukung kemerdekaan Palestina dari penjajahan kolonial Israel.
17. Berikan hak penentuan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi bangsa West Papua.
Demikian pernyataan sikap ini dibuat. Kami menghimbau kepada seluruh rakyat Indonesia yang adalah korban penindasan rezim kapitalis kolonial, rakyat Papua dan seluruh dunia internasional untuk bersatu di bawah panji solidaritas untuk mendukung perjuangan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat bangsa Papua Barat.
Panjang umur perjuangan solidaritas tanpa batas perjuangan sampi menang.!
Medan Juang,Lombok 1 Desember 2024