[Kami Tidak Anarkis tapi Kami Membela Diri]
Tulisan ini, sebagi bentuk solidaritas kepada kawan-kawan Mahasiswa Papua dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua yang menggelar Aksi damai pada [2/12/24] dalam momentum Hari Deklarasi Manifesto Politik Bangsa Papua Barat ke-63 yang berahkir dengan penghadangan ,pemukulan serta penangkapan seweng-wenang oleh Polresta Kota Makassar Sul-Sel
Terlebih dahulu saya ingin menulis tentang prinsip hidup orang Papua. Secara umum Masyarakat Papua adalah Masyarakat adat. Masyarakat adat Papua merujuk pada kelompok-kelompok yang memiliki keterikatan kuat terhadap tanah dan lingkungan tempat mereka tinggal, serta memiliki tradisi, budaya, dan sistem nilai yang telah diwariskan secara turun-temurun. Istilah “masyarakat adat” tidak hanya mencakup aspek etnis atau ras, tetapi juga mencakup orang-orang yang menjalankan cara hidup tradisional yang telah ada sejak lama dan memiliki identitas yang khas dalam konteks budaya mereka.Masyarakat Papua percaya bahwa setiap pemberian, baik dari alam, leluhur, maupun sesama, harus dibalas dengan rasa syukur dan penghargaan. Nilai-nilai ini tercermin dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam hubungan antar manusia dengan manusia lain dsb. secara sederhana orang Papua menyebutnya
“ko baik sa juga baik,ko tra baik sa lebih trabaik”
ini adalah nilai hidup orang Papua yang ditanamkan dan dipegang dari generasi ke generasi hingga detik ini
Kaitanya dengan perjungan Mahasiswa Papua dikota Makassar menuntut Hak dan Keadilan untuk Tanah dan Manusia Papua di Makassar, AMP Makassar mecatatat setidaknya ada 24 aksi Mahasiswa Papua dihadang,dibubarkan paksa,ditangkap dan tidak sedikit yang mengalami kekerasan Aparatus Negara[ TNI/Polri ] serta kaki tanganya Ormas Reaksioner tanpa perlawanan
Padahal dalam perjungan kawan-kawan Mahasiswa di kota Makassar selalu menyerukan aksi damai dan bermartabat. namun sebaliknya aksi demonstrasi damai dan bermartabat selalu dihadang di depan pintu masuk Asrama Papua Camasan V Makassart. Lalu membuat Opini publik secara sepihak seolah-olah mahasiswa Papua adalah pericuh dikota Makassar, menciptakan narasi miring di media massa dengan stigma Mahasiswa Papua sebagai KKB, Teroris,OPM,KKSB dsb
tentu 24 kali aksi bukanlah aksi yang semudah membalikan telapak tangan. Apalagi dihadang,dipukul,diseret dan dibubarkan secara sepihak tanpa perlawanan dan terus berulang. Kekerasan serta pembukaman ruang domokrasi bagi Mahasiswa Papua di Makassar menyimpan luka tersendiri secara individu maupun kelompok massa aksi. Berdasarkan latar belakang budaya dan tata cara hidup yang saya jelaskan awal. [“ko baik sa juga baik,ko tra baik sa lebih trabaik”]
Aksi pada 2 Desember 2024 yang digelar oleh Mahasiswa Papua dan Solidaritas Indonesia yang berahkir bentrok adalah ada proses sebab akibat. Apabila Niat baik Mahasiswa Papua untuk menyampaikan pendapat di muka umum berdasarkan UU No.9 Tahun 1998 tentang Kemerdekan menyapaikan pendapat dimuka umum tidak mendapatkan hadangan oleh 4 ratus Aparat maka tidak akan ada korban dari pihak Polisi maupun Massa aksi.
Dalam keterangan Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Mokhammad Ngajib, Kepada MetroTV mengatakan “Seharusnya aksi damai. Saat mereka aksi, sebenarnya belum sesuai dengan apa yang dimohonkan. Begitu mereka aksi, ternyata anarkis,”
kemudian menurut kordinator aksi Mahasiswa Papua mengatakan mereka [Aparat gabungan TNI/Polri] menghadang massa aksi sebanyak tiga kali. “pertama kami dihadang di depan pintu masuk asrama, kemduan kedua di ruas jalan lantong daeng pasewang dan terahkir 10 meter dari titik kumpul”
Dari narasi dari kedua belah pihak nampaknya ada upaya pembukaman ruang demokrasi lewat kekuatan Militer terhadap Mahasiswa Papua
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa Aktor dibalik kericuhan pada tanggal 2 Desember 2024 dan pembukaman ruang demokrasi selama ini terhadap Mahasiswa Papua dikota Makassar adalah Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Mokhammad Ngajib.
Ngajib, tidak putuh terhadap UU No.2 Tahun 2002 tentang tugas dan fungsi Kepolisian Republik Indonesia untuk melindungi dan mengayomi warga negara serta melanggar UU No.9 Tahun 1998 tentang Hak kemerdekaan menyapaikan pendapat di muka umum, UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia serta telah telah dengan sengaja mencederai perjungan Mahasiswa dan Rakyat Indonesia Tahun 1998 untuk merebut Demokrasi
ingat Polresta Makassar !
Perjungan terus berlanjut, Apabila Kapolresta terus membukam ruang Demokrasi Mahasiswa Papua di Makassar maka, sesuai prinsip hidup orang Papua kami tidak akan pernah mundur .
****