Hapuskan Budaya Senioritas dan Junioritas Di Dalam Dunia Kehidupan
Hari ini, pada tanggal 4 Agustus 2024.Kami Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) komite Kota Lombok telah melaksanakan diskusi bersama dengan tentang “Mengapa Kami Anti dengan Budaya Senioritas Bentuk Pembunuhan Karakter Kemerdekaan Berpikir Junioritas”? Diskusi tersebut dimotori oleh kawan Wene Karunggu dan kawan Nyamuk Karunggu sebagai penggagas materi anti budaya senioritas.
“Masa depan yang lebih baik adalah bangsa yang bebas dari segala bentuk penindasan, perbudakan, patronase,senioritas dan pembungkaman suara kemerdekaan berpikir” (Van Apeldoorn).
Haris Azhar pernah katakan bahwa; “jangan takut, mengapa? Karena ketika kita takut maka dibodoh-bodohi dan ketika kita bodoh maka diinjak-injak.”
Budaya senioritas saat ini masih sering ditemui di Indonesia dan di bangsa west Papua. Senioritas adalah cara melihat status atau tingkatan dari faktor usia atau lama bekerja di suatu tempat. Seseorang disebut lebih senior apabila lebih tua atau bekerja lebih lama daripada yang lain. Kebalikan dari senior adalah junior.
Bukan hanya di tempat kerja atau komunitas, senioritas juga umum terjadi di lingkungan sekolah, kampus, kontrakan asrama, dan setiap organisasi paguyuban. Budaya senioritas yang tidak terkontrol bisa menimbulkan korban atau dampak bagi kelompok Junioritas dengan pembunuhan karakter kemerdekaan berpikir, kemerdekaan berekspresi, kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berserikat dan kemerdekaan untuk kembangkan talentanya.
Apa saja dampak budaya senioritas yang menindas Junioritas nya?
1. Kesempatan yang Kurang Adil
Salah satu dampak budaya senioritas adalah kesempatan yang kurang adil bagi kelompok junior. Hal ini sangat jelas terlihat di tempat kerja atau organisasi paguyuban yang masih menerapkan budaya senioritas, contohnya terkait kesempatan untuk naik jabatan. Pekerja yang lebih senior memperoleh kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan kenaikan jabatan ataupun dihormati.
Kenaikan jabatan seharusnya ditentukan berdasarkan kompetensi seseorang. Lama bekerja bisa menjadi sebuah faktor pertimbangan yang mengarah pada nilai pengalaman. Pada umumnya, semakin lama bekerja, seseorang bisa jadi lebih berpengalaman. Namun, hal ini perlu dibuktikan dengan skill yang dimiliki.
Jika sebuah kantor menerapkan budaya senioritas, pekerja yang lebih muda atau lebih baru tidak akan mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkembang.
2. Tindakan Mendominasi
Dampak budaya senioritas, baik di tempat kerja, kampus dan organisasi adalah tindakan yang bersifat dominasi kepada pihak yang lebih lemah atau kepada Junior. Dalam budaya ini, senior dianggap lebih berkuasa dan kuat dibandingkan junior, sedangkan junior berada di posisi sebaliknya. Hal ini membuat junior harus tunduk kepada senior dan para Junior menjadi penakut serta minder.
Interaksi yang bersifat dominasi kepada kelompok tertentu tentu bukan interaksi yang sehat. Pihak yang lebih unggul akan menguasai pihak yang lebih lemah. Akibatnya, kebutuhan pihak yang lemah bisa jadi tidak tercukupi dengan baik. Sementara itu, pihak yang dominan akan merasa “aman” dengan atas dominasinya.
Dominasi bisa membuat pihak yang lemah tidak berkembang. Junior sebagai pihak yang lemah harus mengikuti kemauan senior walaupun tidak sesuai dengan nilai-nilai hidupnya. Hal ini bisa menimbulkan perasaan tidak berdaya, rendah diri, kecewa, marah, atau dendam kepada orang yang melakukan dominasi.
3.Siklus Balas Dendam
Di Indonesia dan west Papua budaya senioritas seolah telah mengakar pada beberapa lembaga pendidikan. Ada sejumlah korban jatuh karena mengalami tindakan kekerasan yang dilakukan oleh para seniornya. Sering kali, tindakan tersebut dibalut dengan embel-embel penerapan kedisiplinan.
Sebenarnya, hal ini mengakar pada keinginan untuk balas dendam atas apa yang dialami sebelumnya. Mereka yang berstatus senior saat ini merupakan junior pada masa lalu yang telah mengalami perlakuan yang sama. Mereka pun ingin melakukan balas dendam kepada pihak lain yang lebih lemah.
Hal ini berlangsung secara terus-menerus dan menjadi siklus yang sulit untuk dihentikan. Akibatnya, budaya senioritas tetap awet dan selalu berdampak merugikan kepada orang lain. Jika kamu adalah junior yang menyadari siklus ini, ambil komitmen untuk tidak melakukan hal yang sama dan bahkan bila perlu hapuskan senioritas dan budaya Makrab yang menindas para Junioritas di dalam organisasi himpunan. Saya Nyamuk Karunggu tidak pernah ikut MOS dari SMP-SMA dan Kuliah saya tidak ikut Ospek Universitas dan fakultas tapi proses persekolahan ataupun perkuliahan aman-aman saja karena sistem segala bentuk semua diatur oleh manusia.
4. Rasa Solidaritas yang Salah
Budaya senioritas bisa mengacu pada personal maupun kelompok. Jika melibatkan kelompok, budaya ini bisa menciptakan rasa solidaritas yang salah. Solidaritas adalah karakter satu rasa karena senasib. Apabila mengalami tindakan yang tidak menyenangkan dari kelompok senior, para junior akan membangun solidaritas. Contoh konkret yang kami alami di ikatan mahasiswa Papua Mataram (IMAPA) Mataram tahun 2019-2021. Saya melihat di dalam tubuh IMAPA Mataram ini, tidak ada ruang untuk Junioritas untuk berbicara, berekspresi dll itu dibuktikan dengan ketika junior bicara remehkan, tertawakan dll. Ini seolah-olah senioritas lebih sempurna, lebih tahu dan lebih berkuasa lalu menekan dan menindas Junioritas nya sendiri.
Saya nyamuk Karunggu melihat dari pembunuhan karakter Junioritas ini maka saya secara resmi keluar dari IMAPA Mataram pada tahun 2019 akhir karena saya orang yang tidak suka diatur bahasa, kalimat dan bahkan bertanya-tanya keluar masuk urusan privat nya. Mereka senioritas juga melarang berbicara persoalan bangsa west Papua, melarang diskusi Papua Merdeka di kontrakan IMAPA, dilarang membawa kawan-kawan solidaritas di kontrakan dan melarang berbicara Papua Barat Merdeka di kampus. Dan bahkan senioritas Mataram pernah menangkap saya Nyamuk Karunggu bersama kawan-kawan solidaritas Indonesia (Victor, Hijab dan Han) 2021 ini adalah fakta bawa budaya senioritas itu anti dengan solidaritas.
5.Mengubah Karakter Pribadi
Budaya senioritas dapat mengubah karakter seseorang. Ada yang berubah menjadi positif, misalnya lebih berani dan kuat menghadapi tekanan. Namun, ada pula yang menjadi negatif, misalnya menjadi rendah diri, kurang inisiatif, takut melakukan kesalahan, tidak berani mengambil keputusan, dan sebagainya.
Senior merupakan arti kata dari individu yang lebih tinggi derajat, jabatan, pengalaman, serta dia duluan memasuki dunia kampus atau organisasi. sedangkan junior diibaratkan kertas putih yang kosong dan membutuhkan setiap pengalaman dan pengetahuan dari individu yang menyandang status senior untuk membuat coretan dalam kertas putih kosong tersebut.
Senior dan junior merupakan bentuk kata yang sering kita jumpai dalam berbagai kelompok, komunitas ataupun organisasi masyarakat yang ada saat ini. Contohnya organisasi dalam dunia kampus seperti, BEM, DPM,SENAT, dan HMJ yang selalu menjunjung tinggi kata senior dan junior.Sementara yang membunuh karakter kemerdekaan berpikir para junior diluar kampus oleh senioritas adalah organisasi yang seperti PMKRI, GMKI,KAMMI, HMI, IMAPA dan serta organisasi-organisasi paguyuban yang berkarakter tunduk pada senioritas atau seolah-olah senioritas dijadikan sebagai dewa,atau tuhan yang harus tunduk dan patuh pada mereka walaupun senior juga sering salah terhadap juniornya.
Kami melihat bahwa; sistem senioritas sedang dan terus membunuh kemerdekaan berpikir junior, membatasi kemerdekaan bertindak, berekspresi,berorganisasi dan serta mau mengembangkan gagasan, ide dan pikiran dengan bebas tanpa diganggu oleh yang bernama senioritas.Yang menganggap dirinya lebih berkuasa, lebih pintar, lebih tahu dan dianggap dirinya sebagai superior daripada juniornya.
Kita harus mengetahui bahwa kita semua pernah menjadi senior mulai dari SD,SMP,SMA dan sampai perguruan tinggi itu semua merupakan hanya soal status atau soal waktu duluan masuk dan dari belakang masuk dalam dunia pendidikan maupun dunia organisasi. Artinya duluan masuk dunia kampus atau dunia organisasi itu bukan ukuran berpikir seseorang melainkan duluan
memasuki dunia kampus atau dunia organisasi adalah perbedaan soal waktu saja.
Para mahasiswa baru (MABA),harus perlu mengetahui bahwa;Universitas merupakan rumah atau wadah untuk seluruh mahasiswa bebas untuk mengembangkan dan membentuk jati diri dalam rangka persiapan diri untuk menentukan(Self Determination) masa depan yang lebih baik didunia kerja ataupun untuk membelah dan mempertahankan tanah airnya agar tanah air tidak dirampas oleh bangsa asing.Dalam proses pembentukan jati diri, mahasiswa harus merasakan kemerdekaan berpikir, kemerdekaan berekspresi, kemerdekaan kreatif, kemerdekaan menyampaikan gagasan dan ide dengan bebas sebagaimana yang tertuang dalam UU No.12 Tahun.2012 tentang kebebasan akademik dan otonom kampus.
Bukan seharusnya mendapatkan tendensi,pembungkaman suara,pembatasan kemerdekaan berpikir dan bahkan merendahkan intelektual dari mahasiswa-mahasiswa atau pihak-pihak (senior) yang memiliki kekuatan (Power).
secara umum mahasiswa yang kita kenal dalam pengertiannya adalah ketika telah terima di lembaga Universitas, memiliki slip pembayaran yang sah dan telah memiliki kartu mahasiswa.Dalam hal ini, ketika seseorang yang sudah terdaftar dalam Universitas, ia telah sah menjadi seorang mahasiswa.
Maka sepatutnya ia mendapatkan hak-haknya didalam Universitas setelah melakukan kewajibannya.Jadi tidak ada pembeda antara mahasiswa baru ataupun mahasiswa lama, yang biasa kita kenal dengan kata senior dan junior. Karena semuanya mendapatkan hak yang sama di dalam dunia kampus.namun, dewasa ini bisa kita lihat realitas yang terjadi, dimana adanya sekat antara senior dan junior, yang menimbulkan kerugian bagi mereka di posisi sebagai junior.
Kenapa merugikan nasib junior?? Karena senior menganggap dirinya dialah yang lebih tahu,lebih pintar, lebih berilmu dan lebih berkuasa didunia kampus maupun dunia organisasi sehingga junior-junior harus tunduk dan patuh pada senior’ hormat pada senior dan junior harus cium tangan senior. ini merupakan budaya kolot,budaya penindasan, budaya superior, budaya barat, budaya tidak mendidik dan budaya membunuh karakter umat manusia didunia kampus maupun dunia organisasi.
Selain itu, ilmu pengetahuan digunakan untuk didewa-dewakan,di toko-tokohkan dan bahkan ilmu pengetahuan menggunakan untuk merayu dan eksploitasi kawan-kawan perempuan atau lebih kasarnya adalah ilmu pengetahuan menggunakan untuk melampiaskan nafsu hasratnya atas nama senioritas.
Kejadian eksploitasi kawan-kawan perempuan mahasiswa baru ini, sering terjadi didalam tubuh organisasi kampus misalnya BEM,DPM dan organisasi yang menduduki dan mendiami di dunia kampus lainnya serta disana juga menciptakan kriminalisasi sesama anak bangsa sebagai teman manusia.
Apa itu kriminalisasi?? Kriminalisasi adalah mengukur kemampuan seseorang dengan gaya penampilan, postur tubuh,gaya pakaian dan kecantikan dan kegantengan ini merupakan kriminalisasi dan merendahkan martabat orang lain.Hanya karena dilihat dari penampilan.Hanya karena menggunakan pakaian yang kurang bagus.Hanya karena melihat dari fisik. bentuk penindasan secara halus ini tanpa kita sadar akan membunuh karakter kemerdekaan berpikir junior menjadi penakut dan kurang percaya diri.persis apa yang dikatakan oleh Joshua Wahyudi Kepribadian manusia dipengaruhi oleh faktor keturunan dan faktor lingkungan.
Faktor keturunan merupakan faktor dari dalam manusia yang seringkali dikaitkan dengan bentukan dari Tuhan atau turunan.
Materialisme dialektika dan historis (MDH) Karl Marx,menyebutkan bahwa ” kesadaran manusia ditentukan oleh keberadaan sosial masyarakat” faktor lingkungan banyak berbicara soal hal-hal yang terjadi diluar saat orang itu hidup, bagaimana orang-orang di dekat kita, kondisi kita, tuntutan kita akan membentuk kepribadian kita.
Menurut Joshua Wahyudi bahwa pembentuk kepribadian manusia terbagi atas dua, yaitu faktor keturunan dan faktor lingkungan. Ketika junior dalam lingkungan kampus, mendapatkan tendensi dari senior, maka itu akan membentuk karakter junior yang takut karena jiwa kepemimpinannya akan berkurang walaupun kadang penerimaan mahasiswa baru di lakukan Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK).
Kalau pun mereka yang menamakan senior sadar akan hal ini, apa yang mereka lakukan akan menghancurkan eksistensi mahasiswa. Karena akan terbentuk kelompok-kelompok antar mahasiswa, atau kelas-kelas sosial di dalam kalangan mahasiswa, sebagaimana kelas tertindas dan kelas penindas.hal tersebut akan menjadikan gerakan mahasiswa menjadi pincang, karena egoisme senioritas.
Budaya kolot senioritas pembunuhan karakter ini merajalela dimana-mana sehingga kuasa senior digunakan untuk meneror dan mengintimidasi junior sebagai inferior dan serta mengklaim diri sebagai superior power maha tahu,maha kuasa, maha pintar dan maha benar atas nama senior.
Di bawah naungan sistem senioritas sering mengalami teror, intimidasi,kriminalisasi,pembungkaman suara kemerdekaan berpikir dan bahkan membatasi ruang berbicara oleh senior, polisi dan bahkan sekelas dosen yang ada di dunia kampus.
1).Senior sering melontarkan terhadap Junior bahwa kamu itu ade jadi dengar-dengar sama kita jangan membantah atau berargumentasi,yang paling mengakui dirinya senior dan S2,jadi jangan membantah pendapat kebohongannya adalah semacam Prandy mantan ketua Gmki cabang Mataram yang sering menangkap,intimidasi dan teror terhadap mahasiswa Papua dan solidaritas Indonesia untuk west Papua di Mataram 202.
Watak semacam ini adalah senioritas paguyuban dan senior dunia kampus mengklaim diri sebagai superior power atas Junioritasya.
2).Polisi mengklaim diri sebagai senior yang tidak pernah dibantah pernyataan penangkapan sewenang-wenangnya.bahkan polda NTB sering menunjukkan gelarnya, pangkatnya dan lebih tinggi dari itu adalah mengklaim mereka pernah tinggal di Papua jadi,kalian mahasiswa Papua itu ade kita (polisi) oleh karena itu, jangan membantah pernyataan menindas, perampasan, pembungkaman ruang demokrasi dan pembunuhan umat manusia mereka atas nama NKRI harga mati (20,21,22).
3).Dosen sering menganggap dirinya sebagai dewa atau tuhan yang harus menghafal kata-katanya.pengalaman kami pembungkaman ruang kebebasan akademik
dari pihak dosen adalah dilarang gelar lapak baca dan diskusi, dilarang berargumentasi kalau masih berargumen tidak memberikan nilai dan cara berpikir dosen lebih fatal adalah seorang dosen berinisial G pernah mengungkapkan bahwa “saya tidak memberikan ruang untuk separatis ”
dimaksud separatis adalah penulis dan dilain waktu orang yang sama kita diskusi dan saya sedang memberikan pandangan tentang Papua dia (dosen) berkata bahwa saya ini senior yang lebih tahu tentang Papua daripada kamu yang baru menempuh pendidikan.
Waktu itu, saya hanya ajukan dua pertanyaan orang asli Papua bapa dosen atau saya dan bapa mau lihat persoalan Papua bapa harus gunakan kaca mata orang Papua bukan sebaliknya??
Selain itu,sistem senioritas akan membunuh karakter kemajuan para junioritas.kami melihat dunia kampus bahwa senior yang memiliki ilmu palsu itu digunakan untuk gonta-ganti perempuan yang baru memasuki dunia kampus dengan iming-iming mempermudahkan perkuliahan atau membantu kerja tugas dan sebagainya.hal semacam moral intelektual rendah ini,bukan hanya pada senior yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi terhadap kawan-kawan perempuan tapi para dosen-dosen juga turut serta dalam menyalahgunakan fungsi dan tugasnya sebagai dosen demi atas nama pelampiasan hawa nafsu sesat,dengan iming-iming membantu tugas skripsi dan sebagainya.
Kasus semacam ini,marak sekali sering terjadi didalam tubuh universitas Mataram yang penulis sedang menempuh pendidikan saat ini.contohnya sekitar 10 kasus pelecehan seksual terhadap kawan-kawan perempuan di unram yang diungkapkan oleh lembaga konsultasi dan bantuan hukum(BKBH) fakultas hukum universitas mataram (Joko 2022).
Kami menyarankan resep buku untuk para kawan-kawan mahasiswa baru adalah buku yang berjudul: bangkitlah gerakan mahasiswa dan bacalah buku-buku nalar kritis lainnya.
Kami merupakan senasib,serasa dan seperjuangan dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) KK Lombok dan Mahasiswa Papua study kota Mataram yang sedang sedang menimba ilmu di negeri orang lain. tulisan ini sengaja kami tulis untuk melancarkan provokatif,agitasi dan propaganda terhadap kawan-kawan mahasiswa baru agar kawan-kawan tidak ditindas, didiskriminasi, dihisap, dibudak dan mental dan karaktermu dibunuh oleh senior dan dosen-dosen yang berwatak otoriter. Tulisan ini sengaja dibuat agar budaya sistem senioritas harus dihapuskan karena kita adalah senasib dan seperjuangan sesama manusia sebagai teman manusia.
Medan juang,4 Agustus 2024
Panjang umur hal-hal baik!!
Panjang umur perjuangan pembebasan nasional Papua Barat!!
Hapuskan Budaya Senioritas!!.
Referensi:
1.NyamukKarungguhttps://www.instagram.com/p/COhFM6fB_hr/
2.https://suaraapiperlawanan.com/kriminalisi-dan-rasisme/budaya-senioritas-dan-junioritas-pembunuhan-karakter-kemerdekaan-berpikir/
3.https://www.noice.id/info-terbaru/dampak-budaya-senioritas/