Mataram 08 december 2024 pos.com
tahun ini diberi judul “Rezim Berganti HAM Masih Dipinggirkan.” Judul tersebut dipilih karena pada awal tahun ini, masyarakat disuguhi euforia Pemilu yang dilabeli “pesta demokrasi.” Namun rupanya pesta tersebut tidak membawa perubahan yang signifikan pada kondisi HAM di Indonesia. Pimpinan dan elit politik mungkin telah berganti, namun situasi penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM di Indonesia masih belum menjadi perhatian utama dibanding pendekatan pembangunan guna kepentingan akumulasi kapital oligarki.
Catatan ini merupakan rangkuman dari hasil pemantauan dan juga proses advokasi dan pendampingan hukum yang dilakukan oleh KontraS dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Sepanjang Desember 2023-November 2024 KontraS mencatat 45 peristiwa extrajudicial killing yang mengakibatkan 47 korban. Berdasarkan latar belakang korban, sebanyak 27 korban merupakan tersangka tindak pidana (kriminal) dan 20 lainnya bukan merupakan tersangka tindak pidana, pemantauan yang sama juga menunjukkan bahwa 29 korban extrajudicial killing yang terjadi disebabkan oleh penembakan dengan senjata api dan 18 lainnya akibat tindak penyiksaan. Perlawanan yang dilakukan oleh tersangka tindak pidana seringkali menjadi “justifikasi” dilakukannya penembakan terhadap tersangka, ironisnya, data pemantauan KontraS mencatat bahwa 24 dari 47 korban extrajudicial killing terbunuh walau tidak melakukan perlawanan kepada aparat.
Selain kasus “penghilangan nyawa” akibat extrajudicial killing, sepanjang Desember 2023-November 2024, KontraS juga mencatat penjatuhan 29 vonis pidana mati dengan 57 terpidana. Mayoritas kasus yang divonis merupakan tindak pidana narkotika sebanyak 16 kasus dan 13 lainnya kasus pembunuhan. Narkotika masih menjadi tindak pidana dengan jumlah vonis pidana mati terbanyak, hal ini tidak terlepas dari fakta bahwa UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika membuka ruang bagi dijatuhkannya pidana mati. Jumlah terpidana mati baru ini menambah panjang daftar terpidana mati yang kini “mendekam” dalam lembaga pemasyarakatan.
Serupa dengan hak untuk hidup, hak untuk bebas dari penyiksaan merupakan hak yang tidak dapat dikurangi dalam kondisi apapun. Namun, sepanjang Desember 2023-November 2024 masih ditemukan sejumlah peristiwa penyiksaan dengan motif yang berbeda-beda. Pemantauan KontraS mencatat sebanyak 62 peristiwa penyiksaan yang menyebabkan 109 korban luka dan 19 korban tewas, dengan kata lain terdapat 128 korban penyiksaan sepanjang Desember 2023-November 2024. Sebanyak 35 dari 128 korban merupakan tersangka tindak pidana dan 93 korban lainnya merupakan warga sipil biasa. Berbagai peristiwa tersebut menunjukkan watak aparat yang mengedepankan kekerasan dalam upaya menjaga keamanan dan ketertiban serta penegakan hukum.
Kebebasan sipil warga negara juga menjadi salah satu aspek yang seringkali dilanggar sepanjang tahun ini. Masyarakat yang mempraktikkan hak untuk berekspresi, berkumpul, berserikat dan menyampaikan pendapat berkali-kali mengalami pembubaran paksa dan bentuk-bentuk represi lainnya, aparat yang seharusnya berperan melindungi dan menjamin hak warga negara justru terkesan permisif dan membiarkan peristiwa-peristiwa tersebut terjadi. Dalam beberapa peristiwa seperti aksi #PeringatanDarurat, aparat baik Polri dan TNI justru menjadi pelaku terjadinya tindak kekerasan terhadap peserta aksi. Sepanjang tahun ini, jurnalis juga menjadi sasaran serangan, KontraS mencatat 20 peristiwa serangan terhadap jurnalis yang terdiri dari antara 10 kekerasan fisik, 9 kasus intimidasi, 1 kriminalisasi, dan 2 penangkapan sewenang-wenang. Berbagai peristiwa tersebut menyebabkan 23 orang jurnalis terluka sepanjang Desember 2023-November 2024. Mayoritas pelanggaran terhadap hak jurnalis dilakukan oleh Polisi yang terlibat dalam setidaknya 11 peristiwa.
Pada sektor pembangunan, agenda pembangunan yang seharusnya mensejahterakan masyarakat justru menjadi sumber terlanggarnya hak kolektif masyarakat. Hal tersebut selaras dengan temuan data KontraS, dimana sepanjang tahun ini setidaknya terdapat 161 peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi dalam sektor sumber daya alam. Pelanggaran tersebut melingkupi tindakan okupasi lahan (70), pengrusakan (43), intimidasi (28), teror (7), penangkapan sewenang-wenang (11), penggusuran paksa (8), bisnis keamanan (13), penganiayaan (9), dan kriminalisasi (48). Selain itu, dalam sektor Proyek Strategis Nasional (PSN), setidaknya sepanjang periode ini terdapat 13 peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi di sektor PSN. Masyarakat adat menjadi pihak yang paling dirugikan akibat berbagai proyek pembangunan. Seringkali proyek pembangunan dilakukan di atas tanah adat yang oleh pemerintah dan investor dipandang sebagai lahan untuk meraup keuntungan. Sepanjang tahun ini, KontraS mencatat 23 peristiwa pelanggaran HAM terhadap masyarakat adat. Mayoritas kasus tersebut disebabkan oleh kegiatan bisnis oleh perusahaan-perusahaan swasta dengan 20 peristiwa dan tiga peristiwa lainnya akibat proyek milik pemerintah. Peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi diwarnai oleh antara lain 13 okupasi lahan, tujuh pengrusakan, enam kriminalisasi serta lima kasus intimidasi. Berbagai peristiwa tersebut menyebabkan 27 orang ditangkap dan lima korban luka-luka.
Tahun 2024 juga menjadi tahun terburuk bagi penegakkan HAM sekaligus titik putar balik bagi demokratisasi Indonesia sejak Reformasi 1998. Pasalnya, dua individu yang merupakan bagian dari rezim tersebut, sekaligus diduga terlibat dalam kejahatan-kejahatan HAM di bawahnya, kini mendapatkan pengistimewaan oleh pemerintah. 2024 tak ubahnya merupakan simbol impunitas paling vulgar di Indonesia. Pada 28 Februari 2024, Presiden memberikan kenaikan pangkat secara istimewa berupa Jenderal TNI Kehormatan kepada Prabowo Subianto, melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 13/TNI/2024 tertanggal 21 Februari 2024. Pada kesempatan lain di tanggal 25 September 2024, dalam kesempatan Sidang Paripurna Akhir Masa Jabatan 2019-2024, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada saat itu, menyampaikan bahwa nama Soeharto resmi dihapus dari Pasal 4 Ketetapan (TAP) MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Secara tidak langsung, MPR melakukan upaya pemutihan terhadap rekam jejak berdarah yang dilakukan Soeharto. Meskipun hingga akhir hayatnya Soeharto tidak pernah diadili dalam pengadilan, hal tersebut tidak lantas menghapuskan berbagai kejahatan dan penyalahgunaan kekuasaan yang telah ia lakukan selama menjadi Presiden. Seakan tidak cukup memutihkan dosa Orde Baru dengan menghapuskan nama Soeharto di atas, Ketua MPR Periode 2019-2024 kembali melakukan upaya pengkhianatan Reformasi. Pada 28 September 2024, ia menyampaikan agar pemerintah mendatang mempertimbangkan pemberian pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto.
Perjalanan penegakan HAM pada 2024 juga melewati turbulensi hebat karena sejumlah kasus pelanggaran berat HAM yang jelas “nasibnya”. Saat ini, Komnas HAM tengah melakukan penyelidikan pro-yustisia untuk dua peristiwa, yaitu pembunuhan Munir Said Thalib, aktivis dan pembela HAM, pada 2004 dan peristiwa Bumi Flora pada 2001. Penyelidikan pro-yustisia dari kedua kasus tersebut hingga kini tidak jelas kelanjutannya. Pada sisi lain, proses kasasi Pengadilan HAM Paniai hingga kini masih mandek karena DPR-RI tak kunjung meloloskan calon Hakim ad hoc HAM yang dicalonkan oleh Komisi Yudisial. Hal tersebut memperpanjang penantian korban dan keluarga korban Paniai akan keadilan atas peristiwa yang menimpa mereka.
Situasi kekerasan dan konflik yang terjadi di Tanah Papua menjadi elemen yang setiap tahunnya dipantau oleh KontraS. Pada Desember 2023-November 2024 tercatat 51 peristiwa kekerasan yang terjadi kepada warga sipil di Tanah Papua. Peristiwa kekerasan tersebut meliputi 22 penembakan, 12 penangkapan sewenang-wenang, 11 kasus pembubaran paksa, 8 tindak penganiayaan, 7 penyiksaan, 7 intimidasi, 2 tindakan tidak manusiawi dan 1 kriminalisasi. Tercatat 51 peristiwa kekerasan tersebut menyebabkan 36 orang luka dan 21 orang tewas. Para pelaku terdiri dari antara lain Polri yang terlibat dalam 19 peristiwa kekerasan, TNI dengan 17 peristiwa, dan TPN-PB dengan 10 peristiwa. Patut digaris bawahi, bahwa setiap tahunnya selalu ada prajurit TNI-anggota Polri, anggota kelompok bersenjata pro-kemerdekaan dan warga sipil yang tewas akibat ekses dari konflik yang terjadi di Tanah Papua. Berulangnya peristiwa semacam itu memberi kesan bahwa pemerintah tidak memiliki rencana konkrit untuk memutus rantai konflik dan situasi kekerasan yang terjadi di Tanah Papua.
Paradoks Pemerintah Indonesia di panggung internasional juga patut menjadi sorotan. Pada 2024, menjelang akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo, pemerintah Indonesia kerap menggunakan forum internasional untuk mempromosikan capaian dalam isu hak asasi manusia (HAM), seperti pemilu yang diklaim sukses, pengakuan terhadap 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, dan upaya restoratif di Papua. Namun, realitas di dalam negeri menunjukkan pola tokenisme, dengan fakta-fakta lapangan yang sering bertentangan dengan narasi pemerintah. Dalam Sidang ICCPR di Jenewa, misalnya, perwakilan Indonesia dikritik atas kebuntuan penuntasan pelanggaran HAM masa lalu, kekerasan terhadap masyarakat Papua, dan pembatasan ruang sipil. Jawaban pemerintah dinilai normatif dan menghindar dari inti masalah, termasuk isu impunitas dan militerisasi di Papua. Di sisi lain, meski vokal mendukung Palestina di forum internasional, data menunjukkan lonjakan signifikan impor dari Israel, yang memicu kritik akan inkonsistensi sikap HAM Indonesia. Temuan perdagangan dengan Israel, termasuk impor teknologi pengawasan dan intelijen, menyoroti potensi normalisasi hubungan yang berlawanan dengan klaim resmi pemerintah. Kombinasi diplomasi HAM yang retorik dan praktik domestik yang kontras menggambarkan kompleksitas posisi Indonesia di panggung global.
Berbagai peristiwa tersebut tampaknya akan berlanjut pada pemerintahan Prabowo Subianto, mengingat Prabowo berulang kali menekankan akan melanjutkan berbagai kebijakan Joko Widodo. Paradigma pembangunan yang diusung Prabowo, yang menekankan pada kelanjutan proyek strategis nasional (PSN), cenderung mempertahankan pendekatan ekstraktif dan fokus pada infrastruktur besar-besaran. Pola pembangunan semacam ini telah terbukti kerap mengabaikan hak-hak masyarakat lokal, termasuk hak atas tanah dan lingkungan hidup, sehingga potensi pelanggaran HAM, terutama di wilayah pedesaan dan daerah terpencil, tetap tinggi. Dengan kata lain, situasi HAM di Indonesia berisiko stagnan atau bahkan mengalami kemunduran.
#Sumber referensi kontrakS.com #Lombok 8 Desember 2024
#Guevara wenekar Karunggu #Welcome to web:Karungguwene.com
13