Aliansi mahasiswa Papua komite kota Lombok dan From rakyat Indonesia untuk west Papua (fri-wp)
Salam Pembebasan Nasional Bangsa West Papua.?
Amolongo, Amakanie, Acemo, Asik Mase, Tabea Mufa, Nimo, Koyao, Koha, Kinaonak, Nare, Yepmum, Dormum, Tabea Mufa, Walak, Foi Moi, Wainambe, Nayaklak Wawawawawawa..wa..wa..wa..wa
63 TAHUN TRIKORA 19 DESEMBER 1961 AWAL KOLONIALISME INDONESIA DI PAPUA: Tolak Transmigrasi, Tolak PSN dan Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Rakyat Papua!
Akhir-akhir ini Rakyat Papua dalam kondisi tidak baik-baik saja. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara masif melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam Papua melalui berbagai izin usaha yang ilegal, pengiriman militer dan pembunuhan secara masif. Untuk meloloskan dan mengamankan kepentingan pemodal / kapitalis tersebut, dibangun pos-pos dan markas alat kekerasannya yaitu TNI-Polri di setiap wilayah. Dalam prakteknya TNI-Polri sebagai alat negara / kapitalis menjadi pekerja dan mengamankan proyek sehingga terjadi kekerasan baik rakyat sipil, anggota TNI-Polri maupun TPNPB. Dalam kurun waktu 2017-2021 terjadi pengungsian secara massal di beberapa wilayah diantaranya Nduga, Timika, Intan Jaya, Puncak, Pegunungan Bintang, Maybrat dan Yahukimo. Dewan Gereja dalam laporan terbaru melaporkan lebih dari 60.000 rakyat Papua mengungsi. Di tambah lagi Catatan dari Rapid independent Assessment tengtang pengungsian internal di papua tercatat Juli – agustus 70, kemudian di tambah lagi lima tahun ke belakang tercatat 45.000 – 100.000 Hingga pada 11 desember 2024 pengungsian terjadi di oksop pegunungan bintang Tercatat sebanyak 401 jiwa.
Jika melihat dari data di atas in, kami dapat melihat kondisi papua yang sangat buruk Artinya selama bulan natal, rakyat Papua tidak merayakan Natal sebagai Hari Besar umat Kristen. Selain disebutkan diatas, proses pemiskinan secara ekonomi, pelayanan kesehatan yang buruk, pendidikan yang tidak layak dan persoalan di berbagai sektor dilakukan negara dengan sadar dan terencana. Semua persoalan yang dihadapi rakyat bangsa Papua ini bukan terjadi baru-baru ini. Tetapi disebabkan oleh proses sejarah yang panjang, terutama di dalam cengkraman Kolonialisme NKRI selama 63 tahun dari 19 desember 1961 – 2024 ini.
Pada 19 Desember 1961 bertempat di Alun-Alun Utara, Kota Yogyakarta Presiden pertama RI, Ir. Soekarno membacakan seruan Trikora (Tri Komando Rakyat) yang isinya: pertama, bubarkan “Negara Boneka Papua” buatan Belanda. Kedua, kibarkan bendera merah-putih di seluruh tanah Papua. Ketiga, bersiap untuk mobilisasi umum guna mempertahankan dan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air kita. Seruan ini menandai tonggak sejarah kolonialisme NKRI di West Papua.
Nafsu Soekarno untuk menguasai Papua didorong beberapa hal diantaranya: pertama, ingin mengembalikan kejayaan kerajaan Majapahit. Kedua, Klaim atas kekuasaan Tidore. Ketiga, Papua dan Indonesia sama-sama dijajah Belanda. Keempat, mengusir pengaruh imperialisme Belanda di Asia Tenggara. Dari dua klaim diatas tidak ada bukti ilmiah yang dapat dibuktikan. Sedangkan klaim ketiga (sama-sama jajahan Belanda) tidak dapat dijadikan alasan karena wilayah administratif Hindia Belanda berada di Batavia (Jakarta). Sedangkan pemerintahan kolonial Belanda di Papua bernama Netherlands Niuw Guinea dengan ibu kota Holandia (Jayapura). Prinsip Hukum Uti Posidetis untuk wilayah Papua sudah tidak relevan dijadikan dasar klaim Teritorial Indonesia sejak wilayah Papua masuk dalam daftar Komisi Dekolonisasi (C-24) sebagai wilayah tidak berpemerintahan sendiri. Atau dengan kalimat sederhananya adalah bahwa wilayah Papua bukan milik siapa-siapa, bukan milik Indonesia ataupun Kerajaan Belanda.
Dengan demikian, klaim Ir. Soekarno tersebut diatas dapat disebut KOLONIALIS, RASIS, dan FASIS. Karena Indonesia yang merdeka dari Belanda mencoba mempraktekan dominasi baru terhadap bangsa Papua. Hal ini pernah disebut Wakil Presiden pertama RI, M. Hatta dalam sidang BPUPKI “Saya sendiri ingin mengatakan bahwa Papua tidak sama sekali saya pusingkan, bisa diserahkan kepada bangsa Papua sendiri. Bangsa Papua juga berhak menjadi bangsa merdeka.” Dengan menganggap Negara Papua yang dideklarasikan pada 1 Desember 1961 sebagai “boneka’ Soekarno berlaku rasis dan merendahkan martabat bangsa Papua bahwa bangsa Papua tidak dapat menentukan kemauan politik dan tidak dapat menentukan nasib sendiri. Fasis karena realisasi dari isi Trikora dilakukan beberapa gelombang Operasi Militer di Papua Barat dengan satuan militer yang diturunkan untuk operasi lewat udara dalam fase infiltrasi seperti Operasi Banten Kedaton, Operasi Garuda, Operasi Serigala, Operasi Kancil, Operasi Naga, Operasi Rajawali, Operasi Lumbung, Operasi Jatayu. Operasi lewat laut adalah Operasi Show of Rorce, Operasi Cakra, dan Operasi Lumba-lumba.
Militerisasi di Papua sudah pada level yang teramat memprihatinkan dan telah terbukti gagal menghentikan bahkan memperburuk eskalasi kekerasan di tanah Papua. Bahkan hal ini juga sudah disadari, salah satunya, oleh Panglima Komando Daerah Militer Cenderawasih Mayor Jenderal Ignatius Yogo Triyono. Dikutip dari Majalah Tempo beberapa waktu lalu, ia menyatakan mendukung pendekatan dialog untuk mengatasi konflik di Papua dan melakukan kontak tembak, tapi dengan syarat dialog itu tetap dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sisi lain akhir akhir ini, rakyat papua di perhadapakan dengan isu Transmigrasi yang secara terang terangan di gencarkan oleh rezim prabowo, walaupun transmigrasi ke papua sudah dilakukan pada zaman suhartho.
Dampak dari transmigrasi yang kembali diberlakukan sama artinya dengan praktek Penjajahan dengan cara bonus demografi atau mobilisasi penduduk migran untuk bermukim di wilayah jajahannya guna menekan populasi penduduk asli Papua. Penduduk Asli Papua adalah Orang Papua tercatat memiliki marga orisinil (asli) yang terikat dengan tanah adat warisan turun-temurun dari nenek moyang orang asli Papua yang telah bermukim selama 20.000 tahun diatas tanah ini. Mereka adalah ras negroid berumpun Melanesia yang berbicara menggunakan bahasa daerah nya masing-masing. Tapi secara umum menggunakan bahasa Melayu Austronesia sebagai konsekuensi logis dari Penjajahan Indonesia selama lebih dari 60 tahun.Hal ini adalah gambaran kolonialisme primitif yang pernah diterapkan oleh Inggris pada abad pertengahan semasa ditemukannya benua Australia oleh Kapten James Cook dan mulai membangun koloni atau pemukiman penduduk Inggris diatas tanah adat Suku Aborigin. Hal ini membuat populasi mereka ditekan untuk punah atau depopulasi karena digempur oleh gelombang migrasi yang tak terkontrol oleh kolonial Inggris yang berujung pada pembantaian massal populasi Aborigin, perampasan tanah Ulayat, dan asimilasi paksa (kawin campur) yang menjadi faktor punah nya orang Aborigin dalam waktu 100 tahun.
Praktik biadab ini digunakan hampir diseparuh dunia yang dijajah oleh bangs-bangsa Eropa pada abad pertengahan sesudah renaisans atau aufklarung (abad pencerahan?). Dan berhasil mempunahkan suku-suku pribumi selain Aborigin ada Juga Indian Iroquis, Comanche, dan Apache yang adalah pemilik sah Negara modern USA (Amerika Serikat). Sekarang populasi suku Indian hanya 2,9% dari total 100% penduduk Amerika Serikat.
Proyek Strategis Nasional (PSN) merupakan kebijakan pada rezim Jokowi yang bertujuan membangun fasilitas penunjang industri -industri strategis dan juga membangun infrastruktur-infrastruktur yang mempunyai investasi bernilai tinggi yang dikelola oleh negara bersama dengan oligarki nya. Dasar hukumnya Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Sejak 2016 hingga 2024 PSN tercatat sudah 195 Proyek yang sudah terealisasi dengan nilai sebesar RP. 1.519 Triliun. Beberapa Proyek rencananya bahkan ada yang sudah direalisasikan di Papua. Proyek nya bergerak di berbagai sektor terutama:
1.Migas, Proyek tangguh Train 3 LNG Bintuni, 2. Pembangunan infrastruktur untuk memperlancar aktivitas transportasi pengangkutan komoditas ekspor hasil dari eksploitasi alam Papua, pembangunan pelabuhan serta bandara di Nabire dan Sorong. 3. Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus atau kawasan Industri dengan luas lahan sebesar 523,7 tanpa persetujuan dari masyarakat adat Mai sebagai pemilik Ulayat. 4. Pengembangan pangan dan energi dengan luas lahan sebesar 2 Juta hektar atau 63 Kota Surabaya. Program ini berupa cetak sawah 1 juta hektar dan Perkebunan tebu sebagai bahan baku produksi bioetanol sebesar 1 Juta hektar.
Selain Proyek Strategis Nasional ada juga pembangunan blok-blok kawasan industri ekstraktif seperti: 1. Blok Weiland yang memiliki Cadangan Emas di Mapiha, Kabupaten Dogiyai. 2. Blok Warim yang memiliki cadangan miyak sebesar 25,968 miliar barel dan cadangan gas sebesar 47,37 Triliun Kaki Kubik. Cadangan ini diperkirakan oleh Kementerian ESDM akan dua kali lebih besar dari blok Masela di Ambon. Blok Warim berlokasi di Kabupaten Mimika. 3. Blok Wabu memiliki cadangan Emas sebesar 8,1 Juta Ton Emas dengan keuntungan penjualan di perkirakan bisa mencapai Rp. 2217, Triliun. 4. Blok Bobara melewati wilayah Kaimana-Fakfak dengan luas area 8.444 kilometer persegi. Blok ini memiliki cadangan minyak dan gas bumi sebesar 6,8 miliar barel.
Eksploitasi sumber daya alam yang gila-gilaan di genjot oleh rezim Kapitalis Kolonial Prabowo-Gibran ini akan diperlancar dengan pemetaan wilayah eksploitasi melalui perencanaan pemekaran Daerah Otonom Baru sebanyak 9 Provinsi dan 56 Kabupaten-Kota. Tujuan dari pemekkaran banyak DOB ini memperlancar pembangunan infrastruktur yang dapat mempelancar proses produksi. Mulai dari pengangkutan bahan mentah ke pabrik hingga diekspor. Skema ini menggunakan pejabat elit- elit Papua sebagai kacung yang akan mempermulus jalan nya semua kebijakan. Borjuis lokal ini akan mengklaim diri sebagai representasi rakyat Papua untuk mendukung dan menerima jalannya proyek-proyek akumulasi modal kolonial.
Implementasi dari banyak PSN dan Mega proyek industri ekstraktif ini membawa dampak yang sangat buruk bagi kelangsungan lingkungan hidup dan Masifnya perampasan tanah adat secara tersistematis oleh elit lokal yang dibeking oleh pemodal dan militer. Alih fungsi jutaan hektar hutan adat sebagai basis kebudayaan dan juga sumber mata pencaharian masyarakat adat Papua menjadi senjata populasi Orang Asli Papua yang mayoritas masih memiliki corak produksi komunal. Kebijakan eksploitatif rezim ini juga turut menyumbang besarnya angka deforestasi di Papua dan kerusakan lingkungan berskala besar. Kerusakan lingkungan ini akan makin memperparah global warming dan krisis lingkungan secara global.
Serangkaian penjelasan di atas dapat menyimpulkan bahwa akar permasalahan yang terjadi di West Papua adalah cacatnya sejarah Yang penuh dengan darah. Kondisi ini kemudian membuahkan praktek militerisasi yang berimbas pada maraknya pelanggaran HAM (pembunuhan di luar hukum, penangkapan, penyiksaan, pembungkaman kebebasan berpendapat), penyingkiran Orang Asli Papua (OAP), dan kerusakan lingkungan. Karenanya diperlukan sebuah mekanisme penyelesaian yang damai dan demokratis, yakni hak menentukan nasib sendiri. Tentu dengan tidak mengesampingkan demiliterisasi di Papua terlebih dahulu.
Dalam rangka menyikapi 19 DESEMBER 1961 AWAL KOLONIALISME INDONESIA DI PAPUA tersebut hingga 63 Tahun ini, penyiksaan, pemerkosaann, penindasan, pengisapan, penjajahan terhadap rakyat papua terus berlangsung, Maka dari itu kami Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) menyatakan sikap politik sebagai berikut:
1. Menghentikan program pengiriman transmigrasi ke Papua baik itu transmigrasi legal yang dibiaya negara maupun transmigrasi ilegal yang diberangkatkan Ke Papua.
2. Cabut dan Tolak Otonomi Khusus dan Hentikan pembentukan DOB-DOB baru.
3. Buka akses jurnalis seluas-luasnya di West Papua
4. Tarik militer organik dan non-organik dari West Papua
5. Segera Tangkap, Pecat dan Adili pelaku penembakan Almarhum Tobias Silak di Yahukimo.
6. Segera Usut tuntas kasus pembunuhan, dan Mutilasi Terhadap Ibu Tarina Murib.
7. Hentikan Proyek Strategis Nasional berupa Cetak sawah dan Penanaman tebu di Kab. Merauke yang merampas tanah adat Rakyat Papua di wilayah Merauke seluas 2 juta hektar. yang mengorbankan
6. Bebaskan seluruh tahanan politik West Papua tanpa syarat
8. Tutup PT Freeport, BP, LNG Tangguh serta tolak pengembangan Blok Wabu dan Migas di Timika.
9. Hentikan pembangunan 4 Kodam tambahan, 4 Polda dan Pengiriman 5 batalion penyanggah tambahan serta pembangunan berbagai fasilitas militer yang justru menjadi dalang dari kekerasan Kemanusiaan di Papua.
10. Tangkap, adili, dan penjarakan jenderal pelanggar HAM
11. Hentikan rasialisme dan politik rasial yang dilakukan Pemerintah Republik Indonesia dan TNI-Polri
12. Hentikan Operasi militer di Nduga, Intan Jaya, Puncak Jaya, Maybrat, Yahukimo, dan seluruh wilayah West Papua lainnya
13. Cabut dan tolak Omnibus law, RUU KUHP, UU ITE, seluruh kebijakan colonial yang tidak memihak rakyat
14. Mendukung kemerdekaan Palestina dari penejajahan kolonial Israel
15. Hentikan perampasan lahan di wilayah NTB
17. Berikan hak penentuan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi bangsa West Papua.
Demikian pernyataan sikap ini dibuat, kami menghimbau kepada seluruh rakyat Indonesia yang adalah korban penindasan rezim kapitalis kolonial, rakyat Papua dan seluruh dunia internasional untuk bersatu dibawah panji solidaritas untuk mendukung perjuangan HMNS sebagai solusi demokratis bagi bangsa Papua Barat.
Medan Juang,
Tanah Lombok Nusa tenggara Barat 19 Desember 2024
Free west Papua